1.
BIOGRAFI
SINGKAT IMAM SYAFI’I
Nama
Imam Syafi’i merupakan nama salah satu ulama’ yang sangat masyhur bagi kaum
muslimin di Indonesia, terutama bagi orang-orang yang bermadzhab syafi’i.
Namun, banyak juga di antara kita yang belum tahu atau belum paham tentang
biografi dan hal-hal yang ada hubungannya dengan beliau. Oleh karena itu, pada
kesempatan kali ini kita akan membahas biografi beliau secara singkat.
a. Nama dan Nashab Imam
Syafi’i
Beliau
adalah Muhammad bin Idris bin al-‘Abbas bin Utsman bin Syafi’i bin as-Saib bin
Ubaid bin Abdu Yazid bin Hasyim bin al-Muththalib bin Abdi Manaf bin Qushay
al-Qurasyi asy-Syafi’i al-Makki. Beliau bertemu nasabnya dengan Rasulullah pada
Abdi Manaf bin Qushay, kakek Rasulullah yang ketiga.
b. Kelahiran Imam
Syafi’i
Beliau
lahir pada tahun 150 H, yang merupakan tahun wafatnya Imam Abu Hurairah. Imam
Syafi’i dilahirkan di sebuah tempat bernama Ghazzah di Asqalan. Keteika
memasuki usia 2 tahun, ibunya membawanya ke negeri Hijaz dan berbaur dengan
penduduk negeri itu yang terdiri dari orang-orang yaman, karena ibunya dari
suku Azdiyah.
c. Pertumbuhan dan
Kegiatan Imam Syafi’i dalam Mencari Ilmu
Beliau
tumbuh di negeri Ghazzah sebagai seorang yatim setelah ayahnya meninggal,
sehingga berkumpullah pada dirinya kefakiran, keyatiman, dan keterasingan dari
keluarganya. Namun, kondisi tersebut tidak menjadikannya lemah dalam mengarungi
kehidupan, setelah Allah memberinya taufiq untuk menempuh jalan yang benar.
Dengan
kasih sayang, sang ibu membawanya ke tanah Hijaz, yaitu kota Makkah atau tempat
dekat Makkah. Imam Syafi’i mulai menghafal al-Qur’an sehingga beliau
menghafalnya secara sempurna pada usia 7 tahun. Setelah menghafal al-Qur’an,
beliau hadir di masjid dan berkumpul bersama para ulama untuk menghafal hadits
dan permasalahan agama. Beliau sangat tekun dalam belajar, sehingga beliau
hafal al-Qur’an pada usia 7 tahun dan hafal kitab al-Muwaththa’ karya
Imam Malik pada usia 10 tahun. Pada saat berusia 15 tahun (ada yang mengatakan
18 tahun), beliau berfatwa setelah mendapat izin dari gurunya yang bernama
Muslim bin Khalid az-Zanji. Walaupun berbahasa arab, beliau juga belajar bahasa
Arab kepada suku Hudzail dan menghafal syair-syairnya.
Setelah
menghafal kitab al-Muwaththa’, beliau pergi ke Madinah untuk berguru
kepada Imam Malik. Tinggalnya beliau di Madinah tidak terus-menerus melainkan
diselingi oleh kepulangannya ke Makkah untuk bertemu ibunya. Dalam
kepulangannya, beliau menyempatkan diri untuk mendengar syair-syair suku
Hudzail dan belajar kepada ulama Makkah. Beliau belajar di Madinah, sampai
wafatnya Imam Malik pada tahun 179 H.
Sekembalinya
dari Madinah, beliau sibuk dengan ilmunya. Sekalipun ia tidak mampu membeli
kitab-kitab karena miskin, namun karena kecintaannya terhadap ilmu sangat besar
beliau menulis ilmu-ilmu yang diperoleh pada sesuatu yang bisa ditulisi.
Begitulah sifat para ulama yang telah dianugerahi oleh Allah kelezatan meraih
ilmu. Mereka tidak akan pernah puas dengan ilmu yang dimilikinya. Rasulullah
pun telah menyatakan hal itu dalam haditsnya:
مَنْهُوْمَانِ
لَا يَشْبَعَانِ طَالِبُ اْلعِلْمِ وِ طَالِبُ دُنْيَا
“Dua orang yang rakus
yang tidak pernah kenyang; yaitu: pencari ilmu dan pencari dunia.” [HR
ad-Darimi, hadits shahih sesuai kriteria al-Bukhari dan Muslim]
Hausnya
terhadap ilmu dan karena kemiskinan, beliau pun pergi ke Yaman untuk belajar
sambil bekerja. Ketika prestasinya baik, beliau diberi pekerjaan tambahan,
namun beliau senantiasa mencari celah untuh meraih ilmu hingga akhirnya
mendapat fitnah (yaitu berupa tuduhan dusta bahwa beliau memberontak kepada
khalifah Harun ar-Rasyid). Beliau di usir ke Irak dalam keadaan diikat dengan
rantai, dan disiksa sepanjang perjalanan menuju Irak, hingga akhirnya Allah
menyelamatkan dari fitnah tersebut. Beliau tinggal untuk sementara waktu di
Irak untuk menuntut ilmu kepada para ulama yang ada di negara tersebut.
Sepulangnya
dari Irak, beliau mulai mengajar di Makkah tempatnya belajar dulu. Pada musim
haji, beliau ditemui oleh banyak ulama’. Mereka kagum terhadap keluasan ilmunya
dan kekuatannya dalam menggunakan dalil serta keteguhannya mengikuti sunnah,
juga kedalamannya dalam ilmu fiqih dan istinbath (penyimpulan) hukum.
Mereka juga kagum terhadap terhadap ushul dan kaidah-kaidah fiqih yang telah
dibuatnya berdasarkan al-Qur’an dan as-Sunnah. Hingga hampir 9 tahun, Imam
Syafi’i mengadakan majelis (halaqah) pengajian di Makkah, kemudian pergi ke
Irak yang kedua kalinya pada tahun 195 H. Beliau tinggal di Baghdad selama 2
tahun, pergi ke Makkah lalu datang lagi pada tahun 198 H dan tinggal di sana
selama beberapa bulan, setelah itu ia pergi ke Mesir.
Kepergian beliau dari Irak untuk selamanya ini, karena
terjadinya musibah yang menimpah pemerintah kaum muslimin, yaitu telah
dikuasainya khalifah al-Ma’mun oleh ahli ilmu kalam sehingga tersebarlah bid’ah
dan matilah sunnah. Sesampainya di negeri
Mesir, beliau pergi ke masjid ‘Amr bin al-‘Ash dan untuk pertama kalinya beliau
menyampaikan kajian di masjid tersebut. Beliau disibukkan oleh belajar,
mengajar dan berdakwah di negeri Mesir sampai wafatnya.
d.
Guru
dan Murid-murid Imam Syafi’i
Beliau mengambil banyak ilmu dari para ulama di berbagai
tempat pada zamannya, di antaranya di Makkah, Madinah, Yaman, Kufah, Bashrah,
Syam, dan Mesir. Sebagaimana hal itu telah disebutkan oleh al-Baihaqi, Ibnu
Katsir, al-Mizzy, dan al-Hafizh Ibnu Hajar rahimahumullah.
Adapun murid-murid beliau, sebagaimana yang telah
disebutkan oleh al-Baihaqi, al-Hafizh al-Mizzy, dan al-Hafizh Ibnu Hajar
al-‘Asqalani bahwa orang-orang yang mengambil ilmu dari Imam Syafi’i sangat
banyak sekali, sehingga tidak ada yang dapat menghitung jumlahnya kecuali hanya
Allah saja, karena setiap beliau datang ke suatu negeri dan beliau menyebarkan
ilmunya, beliau didatangi oleh banyak orang untuk belajar.
e. Karya Imam Syafi’i
Para
ulama’ telah menyebutkan karya beliau yang tidak sedikit, di antaranya adalah: al-Umm,
ar-Risalah al-Jadidah, al-Musnad, Mihnatu asy-Syafi’i, Ahkamu al-Qur’an, dan
lain sebagainya. Sebagian karya beliau hilang dan sebagian yang lain lagi
dihimpun oleh beberapa orang dari kalangan asy-Syafi’iyah (ulama-ulama
yang mengikuti Imam Syafi’i dalam ilmu fiqih).
f. Perkataan-perkataan
Imam Syafi’i
Banyak
sekali perkataan-perkataan beliau yang ditulis oleh beliau ataupun oleh
ulama-ulama yang lain, di antaranya ialah:
“Ilmu
itu tidaklah indah kecuali dengan tiga perkara, yaitu: takwa kepada Allah,
sesuai dengan sunnah, dan rasa takut.” [Manaqib Syafi’i, oleh
al-Baihaqi]
“Apabila
kalian menjumpai dalam kitabku hal yang bertentangan dengan sunnah Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam, maka berpendapatlah kalian dengan sunnah Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam, dan tinggalkan apa yang aku katakan.” (Dalam riwayat
yang lain, “Maka ikutilah sunnah tersebut, dan janganlah kalian hiraukan
pendapat seorang pun.”) [Al-Majmu’ oleh an-Nawawi]
“Setiap
permasalahan yang berkenaan dengannya ada hadits shahih dari Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam menurut para ahli periwayatan (hadits), dan bertentangan
dengan apa yang aku katakan, maka aku menarik kembali perkataanku, baik ketika
aku masih hidup maupun setelah aku mati.” [I’lamu al-Muwaqqi’in oleh
Ibnu al-Qayyim]
Beliau berkata dalam
bait syairnya:
Hakikat seorang yang
faqih (paham agama) itu dengan perbuatannya
Bukan dengan ucapan
dan kata-katanya
Seorang pemimpin
adalah diukur dengan akhlaknya
Bukan dengan kaum dan
jumlah masanya
Demikian pula orang
yang kaya itu kaya dengan keadaan jiwanya
Bukan kaya dengan
kekuasaan dan hartanya
[Diwan al-Imam
asy-Syafi’i hal. 97]
g. Wafatnya Imam Syafi’i
Di
akhir hayatnya, Imam Syafi’i sibuk berdakwah, menyebarkan ilmu, dan menulis.
Beliau terkena penyakit wasir yang menyebabkan keluarnya darah. Namun, penyakit
tersebut tidak menghalanginya dari melakukan pekerjaannya tersebut, karena
kecintaan beliau terhadap ilmu agama. Hal itu terjadi sampai beliau wafat pada
akhir bulan Rajab tahun 204 H. Semoga Allah memberikan rahmat yang luas
kepadanya.
2.
Biografi Imam Malik
a.
Sejarah Malik
Nama lengkapnya Mālik
ibn Anas bin Malik bin 'Āmr al-Asbahi atau Malik bin Anas (lengkapnya: Malik
bin Anas bin Malik bin `Amr, al-Imam, Abu `Abd Allah al-Humyari al-Asbahi
al-Madani), Bahasa Arab: مالك
بن أنس, lahir di Madinah pada tahun 714 M
/ 93 H dan meninggal pada tahun 800 M 179 H. Ia adalah pakar ilmu fikih dan
hadits, serta pendiri Mazhab Maliki. Imam
Malik dilahirkan di Madinah al Munawwaroh. Sedangkan mengenai masalah tahun
kelahiranya terdapat perbedaaan riwayat. Al-Yafii dalam kitabnya Thabaqat
fuqoha meriwayatkan bahwa imam Malik dilahirkan pada 94 H. Ibn Khalikan dan yang
lain berpendapat bahwa imam Malik dilahirkan pada 95 H. Sedangkan imam
al-Dzahabi meriwayatkan imam Malik dilahirkan 90 H. Imam yahya bin bakir
meriwayatkan bahwa ia mendengar malik berkata : "aku dilahirkan pada 93
H" dan inilah riwayat yang paling benar (menurut al-Sam'ani dan ibn
farhun).
Berasal dari
keluarga Arab yang terhormat dan berstatus sosial yang tinggi, baik sebelum
datangnya Islam maupun sesudahnya, tanah asal leluhurnya adalah Yaman, namun
setelah nenek moyangnya menganut Islam mereka pindah ke Madinah, kakeknya Abu
Amir adalah anggota keluarga pertama yang memeluk agama Islam pada tahun ke dua
Hijriah.
Kakek dan ayahnya
termasuk ulama hadits terpandang di Madinah, oleh sebab itu, sejak kecil Imam
Malik tak berniat meninggalkan Madinah untuk mencari ilmu, karena beliau merasa
Madinah adalah kota sumber ilmu yang berlimpah dengan ulama-ulama besarnya.
Imam Malik menekuni pelajaran hadits kepada ayah dan paman-pamannya juga pernah
berguru pada ulama-ulama terkenal seperti Nafi’ bin Abi Nuaim, Ibnu Syihab Al
Zuhri, Abu Zinad, Hasyim bin Urwa, Yahya bin Said Al Anshari, Muhammad bin
Munkadir, Abdurrahman bin Hurmuz dan Imam Ja’far AsShadiq.
Kecintaannya
kepada ilmu menjadikan hampir seluruh hidupnya diabdikan dalam dunia
pendidikan, tidak kurang empat Khalifah, mulai dari Al Mansur, Al Mahdi, Harun Arrasyid dan Al Makmun
pernah jadi muridnya, bahkan ulama-ulama besar Imam Abu Hanifah dan Imam Syafi’i pun pernah menimba
ilmu darinya, menurut sebuah riwayat disebutkan bahwa murid Imam Malik yang
terkenal mencapai 1.300 orang. Ciri
pengajaran Imam malik adalah disiplin, ketentraman dan rasa hormat murid
terhadap gurunya.
Karya Imam Malik
terbesar adalah bukunya Al Muwatha’ yaitu kitab fiqh yang berdasarkan himpunan
hadits-hadits pilihan, menurut beberapa riwayat mengatakan bahwa buku Al
Muwatha’ tersebut tidak akan ada bila Imam Malik tidak dipaksa oleh Khalifah Al
Mansur sebagai sangsi atas penolakannya untuk datang ke Baghdad, dan sangsinya
yaitu mengumpulkan hadits-hadits dan membukukannya. Awalnya Imam Malik enggan untuk
melakukannya, namun setelah dipikir pikir tak ada salahnya melakukan hal
tersebut. Akhirnya lahirlah Al Muwatha’ yang ditulis pada masa khalifah Al Mansur
(754-775 M) dan selesai di masa khalifah Al Mahdi (775-785 M), semula kitab ini
memuat 10 ribu hadits namun setelah diteliti ulang, Imam Malik hanya memasukkan
1.720 hadits.
Ia menyusun kitab
Al Muwaththa', dan dalam penyusunannya ia menghabiskan waktu 40 tahun, selama
waktu itu, ia menunjukan kepada 70 ahli fiqh Madinah. Kitab tersebut menghimpun
100.000 hadits, dan yang meriwayatkan Al Muwaththa’ lebih dari seribu orang,
karena itu naskahnya berbeda beda dan seluruhnya berjumlah 30 naskah, tetapi yang
terkenal hanya 20 buah. Dan
yang paling masyur adalah riwayat dari Yahya bin Yahyah al Laitsi al Andalusi
al Mashmudi.
Sejumlah Ulama berpendapat bahwa
sumber-sumber hadits itu ada tujuh, yaitu Al Kutub as Sittah ditambah Al
Muwaththa’. Ada pula ulama yang menetapkan Sunan ad Darimi sebagai ganti Al
Muwaththa’. Ketika melukiskan kitab besar ini, Ibn Hazm berkata, "Al
Muwaththa’ adalah kitab tentang fiqh dan hadits, aku belum mengetahui
bandingannya."
Hadits-hadits yang terdapat dalam Al
Muwaththa’ tidak semuanya Musnad, ada yang Mursal, mu’dlal dan munqathi.
Sebagian Ulama menghitungnya berjumlah 600 hadits musnad, 222 hadits mursal,
613 hadits mauquf, 285 perkataan tabi’in, disamping itu ada 61 hadits tanpa
penyandara, hanya dikatakan "telah sampai kepadaku” dan “dari orang
kepercayaan”, tetapi hadits-hadits tersebut bersanad dari jalur-jalur lain yang
bukan jalur dari Imam Malik sendiri, karena itu Ibn Abdil Bar an Namiri
menentang penyusunan kitab yang berusaha memuttashilkan hadits-hadits mursal,
munqathi’ dan mu’dhal yang terdapat dalam Al Muwaththa’ Malik.
Imam Malik
menerima hadits dari 900 orang (guru), 300 dari golongan Tabi’in dan 600 dari
tabi’in tabi’in, ia meriwayatkan hadits bersumber dari Nu’main al Mujmir, Zaib
bin Aslam, Nafi’, Syarik bin Abdullah, az Zuhry, Abi az Ziyad, Sa’id al Maqburi
dan Humaid ath Thawil, muridnya yang paling akhir adalah Hudzafah as Sahmi al
Anshari. Adapun yang meriwayatkan darinya adalah banyak sekali diantaranya ada
yang lebih tua darinya seperti az Zuhry dan Yahya bin Sa’id. Ada yang sebaya
seperti al Auza’i, Ats Tsauri, Sufyan bin Uyainah, Al Laits bin Sa’ad, Ibnu
Juraij dan Syu’bah bin Hajjaj. Adapula
yang belajar darinya seperti Asy Safi’i, Ibnu Wahb, Ibnu Mahdi, al Qaththan dan
Abi Ishaq.
b.
Pujian
Ulama untuk Imam Malik
·
An
Nasa’i berkata, ”Tidak ada yang saya lihat orang yang pintar, mulia dan
jujur, tepercaya periwayatan haditsnya melebihi Malik, kami tidak tahu dia ada
meriwayatkan hadits dari rawi matruk, kecuali Abdul Karim”. (Ket: Abdul
Karim bin Abi al Mukharif al Basri yang menetap di Makkah, karena tidak
senegeri dengan Malik, keadaanya tidak banyak diketahui, Malik hanya sedikit
mentahrijkan haditsnya tentang keutamaan amal atau menambah pada matan).
·
Sedangkan
Ibnu Hayyan berkata, ”Malik adalah orang yang pertama menyeleksi para tokoh
ahli fiqh di Madinah, dengan fiqh, agama dan keutamaan ibadah”.
·
Yahya
bin Ma'in berkata : "Imam Malik adalah Amirul mukminin dalam (ilmu)
Hadits"
·
Ayyub
bin Suwaid berkata : "Imam Malik adalah Imam Darul Hijrah (Imam
Madinah) dan as-Sunnah, seorang yang Tsiqah, seorang yang dapat
dipercaya".
·
Ahmad bin Hanbal
berkata: "Jika engkau melihat seseorang yang membenci imam malik, maka
ketahuilah bahwa orang tersebut adalah ahli bid'ah".
·
Seseorang
bertanya kepada as-Syafi'i
: "apakah Anda menemukan seseorang yang (alim) seperti Imam
Malik?" as-Syafi'i
menjawab : "aku mendengar dari orang yang lebih tua dan lebih berilmu
dari pada aku, mereka mengatakan kami tidak menemukan orang yang (alim) seperti
Malik, maka bagaimana kami (orang sekarang) menemui yang seperti Malik?"
c.
Wafatnya
Sang Imam Darul Hijroh
Imam malik jatuh sakit pada hari ahad
dan menderita sakit selama 22 hari kemudian 10 hari setelah itu ia wafat.
sebagian meriwayatkan imam Malik wafat pada 14 Rabiul awwal 179 H. Sahnun
meriwayatkan dari abdullah bin nafi': "imam malik wafat pada usia 87
tahun" ibn kinanah bin abi zubair, putranya yahya dan sekretarisnya hubaib
yang memandikan jenazah Imam Malik. Imam Malik dimakamkan di Baqi'
3.
Biografi Imam Ahmad Bin Hanbal
a.
Riwayat Hidup Imam Ahmad bin Hanbal
Nama lengkapnya adalah Ahmad bin
Muhammad bin Hanbal bin Hilal Asy Syaibani. Beliau lahir di kota Baghdad pada
bulan rabi'ul Awwal tahun 164 H (780 M), pada masa Khalifah Muhammad al Mahdi
dari Bani abbasiyyah ke III. Nasab beliau yaitu Ahmad bin Muhammad bin Hanbal
bin Hilal bin Asas bin Idris bin Abdullah bin Hajyan bin Abdullah bin Anas bin
Auf bin Qasith bin Mazin bin Syaiban bin Dzahal Tsa'labah bin akabah bin Sha'ab
bin Ali bin Bakar bin Muhammad bin Wail bin Qasith bin Afshy bin Damy bin
Jadlah bin Asad bin Rabi'ah bin Nizar bin Ma'ad bin Adnan. Jadi beliau serimpun
dengan Nabi karena yang menurunkan Nabi adalah Muzhar bin Nizar. Menurut
sejarah beliau lebih dikenal dengan Ibnu Hanbal (nisbah bagi kakeknya).
Dan setelah mempunyai beberapa orang
putera yang diantaranya bernama Abdullah, beliau lebih sering dipanggil Abu
Abdullah. Akan tetapi, berkenaan dengan madzhabnya, maka kaum muslimin lebih
menyebutnya sebagai madzhab Hanbali dan sama sekali tidak menisbahkannya dengan
kunyah tersebut.
Sejak kecil, Imam
Ahmad kendati dalam keadaan yatim dan miskin, namun berkat bimbingan ibunya
yang shalihah beliau mampu menjadi manusia yang teramat cinta pada ilmu,
kebaikan dan kebenaran. Dalam
suasana serba kekurangan, tekad beliau dalam menuntut ilmu tidak pernah
berkurang. Bahkan sekalipun beliau sudah menjadi imam, pekerjaan menuntut ilmu
dan mendatangi guru-guru yang lebih alim tidak pernah berhenti. Melihat hal
tersebut, ada orang bertanya, sampai kapan engkau berhenti dari
mencari ilmu, padahal engkau sekarang sudah mencapai kedudukan yang
tinggi dan telah pula menjadi imam bagi kaum muslimin ? Maka beliau menjawab,
Beserta tinta sampai liang lahat.
Beliau menuntut ilmu dari banyak guru
yang terkenal dan ahli dibidangnya .Misalnya dari kalangan ahli hadits adalah
Yahya bin Sa'id al Qathan, Abdurrahman bin Mahdi, Yazid bin Harun, Sufyan bin
Uyainah dan Abu Dawud ath Thayalisi. Dari kalangan ahli fiqih adalah Waki' bin
Jarah, Muhammad bin Idris asy Syafi'i dan Abu Yusuf (sahabat Abu Hanifah) dll.
dalam ilmu hadist, Beliau mampu menghafal sejuta hadits bersama sanad dan hal ikhwal perawinya.
Meskipun Imam Ahmad seorang yang
kekurangan, namun beliau sangat memelihara kehormatan dirinya. Bahkan dalam
keadaan tersebut, beliau senantiasa berusaha menolong dan tangannya selalu
diatas. Beliau tisak pernah gusar hatinya untuk mendermakan sesuatau yang
dimiliki satu-satunya pada hari itu. Disamping itu, beliau terkenal sebagai
seorang yang zuhud dan wara'. Bersih hatinya dari segala macam pengaruh
kebendaan serta menyibukkan diri dengan dzikir dan membaca Al-Quran atau
menghabiskan seluruh usianya untuk membersihkan agama dan mengikisnya dari
kotoran-kotoran bid'ah dan pikiran pikiran yang sesat.
Salah satu karya besar beliau adalah Al-Musnad
yang memuat empat puluh ribu hadits. Disamping beliau mengatakannya sebagai
kumpulan hadits-hadits shahih dan layak dijadikan hujah, karya tersebut juga
mendapat pengakuan yang hebat dari para ahli hadits. Selain al Musnad karya
beliau yang lain adalah Tafir al Qur'an, An Nasikh wa al Mansukh, Al Muqaddam
wa Al Muakhar fi al Qur'an, Jawabat al Qur'an, At Tarih, Al Manasik Al
Kabir, Al Manasik Ash Shaghir, Tha'atu Rasul, Al 'Ilal Al Wara' dan Ash Shalah.
Ujian dan
tantangan yang dihadapi Imam Ahmad adalah hempasan badai filsafat atau paham
paham Mu'tazilah yang merasuk dikalangan penguasa, tepatnya di masa al Makmun
dengan idenya atas kemakhlukkan al Qur'an. Sekalipun Imam Ahmad sadar akan
bahaya yang segera menimpanya, namun beliau tetap gigih mempertahankan
pendirian dan mematahkan hujjah kaum Mu'tazillah serta mengingatkan akan bahaya
filsafat terhadap kemurnian agama. Beliau
berkaa tegas pada sultan bahwa al Quran bukanlah makhluk, sehingga beliau
diseret ke penjara. Beliau berada di penjara selama tiga periode kekhalifahan
yaitu al Makmun, al Mu'tashim dan terakhir al Watsiq. Setelah al Watsiq tiada,
diganti oleh al Mutawakkil yang arif dan bijaksana dan Imam Ahmad pun
dibebaskan.
Imam Ahmad lama mendekam dalam penjara
dan dikucilkan dari masyarakat , namun berkat keteguhan dan kesabarannya selain
mendapat penghargaan dari sultan juga memperoleh keharuman atas namanya.
Ajarannya makin banyak diikuti orang dan madzhabnya tersebar di seputar Irak
dan Syam. Tidak lama kemudian beliau meninggal. karena rasaskit dan luka yang
dibawanya dari penjara semakin parah dan memburuk. Beliau wafat pada 12 Rabi'ul
Awwal 241 H (855). Pada hari itu tidak kurang dari 130.000 Muslimin yang hendak
menshalatkannya dan 10.000 orang Yahudi dan Nashrani masuk Islam, Menurut
sejarah belum pernah terjadi jenazah dishalatkan orang sebanyak itu kecuali
Ibnu Taimiyyah dan Ahmad bin Hanbal.
4.
Biografi
Abu Hanifah
a.
Riwayat Hidup Abu Hanifah
Imam Abu Hanifah
yang dikenal dengan dengan sebutan Imam Hanafi bernama asli Abu Hanifah Nu’man
bin Tsabit Al Kufi, lahir di Irak pada tahun 80 Hijriah (699 M), pada masa
kekhalifahan Bani Umayyah Abdul Malik bin Marwan. Beliau digelari Abu Hanifah
(suci dan lurus) karena kesungguhannya dalam beribadah sejak masa kecilnya,
berakhlak mulia serta menjauhi perbuatan dosa dan keji. dan mazhab fiqhinya
dinamakan Mazhab Hanafi. Gelar ini merupakan berkah dari doa Ali bin Abi Thalib
r.a, dimana suatu saat ayahnya (Tsabit) diajak oleh kakeknya (Zauti) untuk
berziarah ke kediaman Ali r.a yang saat itu sedang menetap di Kufa akibat
pertikaian politik yang mengguncang ummat islam pada saat itu, Ali r.a
mendoakan agar keturunan Tsabit kelak akan menjadi orang orang yang utama di
zamannya, dan doa itu pun terkabul dengan hadirnya Imam hanafi, namun tak lama
kemudian ayahnya meninggal dunia.
Pada masa
remajanya, dengan segala kecemerlangan otaknya Imam Hanafi telah menunjukkan
kecintaannya kepada ilmu pengetahuan, terutama yang berkaitan dengan hukum
islam, kendati beliau anak seorang saudagar kaya namun beliau sangat menjauhi
hidup yang bermewah mewah, begitu pun setelah beliau menjadi seorang pedagang
yang sukses, hartanya lebih banyak didermakan ketimbang untuk kepentingan
sendiri.
Disamping
kesungguhannya dalam menuntut ilmu fiqh, beliau juga mendalami ilmu tafsir,
hadis, bahasa arab dan ilmu hikmah, yang telah mengantarkannya sebagai ahli
fiqh, dan keahliannya itu diakui oleh ulama ulama di zamannya, seperti Imam
hammad bin Abi Sulaiman yang mempercayakannya untuk memberi fatwa dan pelajaran
fiqh kepada murid muridnya. Keahliannya
tersebut bahkan dipuji oleh Imam
Syafi’i ” Abu
Hanifah adalah bapak dan pemuka seluruh ulama fiqh “. karena kepeduliannya yang
sangat besar terhadap hukum islam, Imam Hanafi kemudian mendirikan sebuah
lembaga yang di dalamnya berkecimpung para ahli fiqh untuk bermusyawarah
tentang hukum hukum islam serta menetapkan hukum hukumnya dalam bentuk tulisan
sebagai perundang undangan dan beliau sendiri yang mengetuai lembaga tersebut.
Jumlah hukum yang telah disusun oleh lembaga tersebut berkisar 83 ribu, 38 ribu
diantaranya berkaitan dengan urusan agama dan 45 ribu lainnya mengenai urusan
dunia.
Metode yang
digunakan dalam menetapkan hukum (istinbat) berdasarkan pada tujuh hal pokok :
1.
Al
Quran sebagai sumber dari segala sumber hukum.
2.
Sunnah
Rasul sebagai penjelasan terhadap hal hal yang global yang ada dalam Al Quran.
3.
Fatwa
sahabat (Aqwal Assahabah) karena mereka semua menyaksikan turunnya ayat dan
mengetahui asbab nuzulnya serta asbabul khurujnya hadis dan para perawinya.
Sedangkan fatwa para tabiin tidak memiliki kedudukan sebagaimana fatwa sahabat.
4.
Qiyas
(Analogi) yang digunakan apabila tidak ada nash yang sharih dalam Al Quran, Hadis
maupun Aqwal Asshabah.
5.
Istihsan
yaitu keluar atau menyimpang dari keharusan logika menuju hukum lain yang
menyalahinya dikarenakan tidak tepatnya Qiyas atau Qiyas tersebut berlawanan
dengan Nash.
6.
Ijma’
yaitu kesepakatan para mujtahid dalam suatu kasus hukum pada suatu masa
tertentu.
7.
‘Urf
yaitu adat kebiasaan orang muslim dalam suatu masalah tertentu yang tidak ada
nashnya dalam Al Quran, Sunnah dan belum ada prakteknya pada masa sahabat.
Karya
besar yang ditinggalkan oleh Imam hanafi yaitu Fiqh Akhbar, Al ‘Alim Walmutam
dan Musnad Fiqh Akhbar.
No comments:
Post a Comment